Tuesday, June 14, 2016

Tantangan atau Ancaman?

Lagi-lagi, club dan komunitas motor di Indonesia mendapat sorotan. Baru-baru ini, Ibu Risma, Walikota Surabaya, meminta seluruh jajarannya untuk menertibkan komunitas motor yang ada di Surabaya karena kegiatan club motor dianggap kurang positif.

Tidak lama kemudian,tepatnya beberapa hari yang lalu, di kalangan sosmed juga ramai beredar berita bahwa sebuah institusi militer akan menuntut balas kepada geng motor karena salah satu anggotanya dibunuh oleh gerombolan geng motor. Bahkan menurut rumor itu, para bikers anggota komunitas atau club motor juga akan dihabisi.

Tentu saja berita-berita tersebut membuat gerah para bikers anggota club atau komunitas motor, termasuk yang ada di bawah naungan atau binaan Kepolisian di daerahnya. Wajar saja karena banyak dari mereka yang bergabung dengan sebuah club atau komunitas motor bukan untuk tujuan negatif, tetapi murni karena keinginan untuk berorganisasi dan sebagai sarana penyaluran hobi serta wadah bersosialisasi dengan “dulur-dulur” yang memiliki hobi atau kesukaan sejenis. Banyak dari club motor yang selalu mengisi agenda mereka dengan kegiatan-kegiatan positif berupa bakti sosial dengan segala bentuknya.



Lantas, bagaimana para anggota club atau komunitas motor harus menyikapi hal ini? Tidak perlu panik, ketakutan, bersembunyi, membubarkan diri, dan juga tidak perlu emosi atau berlebihan dalam menanggapi hal-hal seperti itu.
Tanpa kedewasaan dan kematangan dalam berpikir dan bertindak, club atau komunitas motor bisa terjebak dalam penilaian bahwa hal-hal tersebut merupakan suatu ancaman terhadap eksistensi mereka. Sesuatu yang dianggap ancaman biasanya direspon secara agresif dan bisa berujung pada semakin memanasnya suasana. Hal ini pada gilirannya pasti akan menyudutkan dan memperburuk citra club atau komunitas motor itu sendiri.

Padahal, jika dipandang secara lebih bijak dan dewasa, kondisi-kondisi tersebut sebenarnya merupakan sebuah tantangan yang diberikan oleh masyarakat terhadap keberadaan club motor. Sejatinya, masyarakat, dalam hal ini diwakili oleh seorang walikota Surabaya, mulai bertanya-tanya, “Mana kiprahmu? Apa yang bisa kamu perbuat selain nongkrong di pinggir jalan setiap malam minggu?”



Tantangan tersebut harus direspon dengan cerdas oleh semua club atau komunitas motor. Mereka harus segera bangkit dan berbenah untuk lebih giat lagi mengadakan berbagai kegiatan sosial di tengah masyarakat, serta bersinergi dengan berbagai pihak yang berwenang untuk mengisi agenda kegiatan organisasinya dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat positif. Harus ada jawaban konkrit berupa aksi positif untuk membuktikan bahwa club motor tidaklah seburuk yang dibayangkan atau yang diberitakan selama ini.
Lebih jauh lagi, apabila diolah dengan cerdas, tantangan tersebut justru bisa menjadi peluang bagi club atau komunitas motor untuk memperkuat ‘bargaining position” mereka di tengah masyarakat. Sebagai organisasi yang beranggotakan para pecinta motor, club atau komunitas motor seharusnya bisa menjadi mitra bahkan tangan kanan pihak kepolisian untuk mensosialisasikan berbagai kebijakan lalu-lintas serta meningkatkan kesadaran masyarakat tentang tata-cara berkendara yang baik. Kondisi ini harus mampu dibaca oleh club motor sebagai peluang untuk semakin memperjelas makna tentang keberadaan mereka di tengah masyarakat.

Hanya jika club atau komunitas motor mampu memberikan kontribusi positif kepada masyarakat, maka mereka tidak akan lagi dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Mereka tidak lagi akan dicap sebagai organisasi yang muspro dengan sederet kegiatan yang tidak membawa manfaat. Karena itu, club atau komunitas motor harus mampu memaknai keberadaan mereka sebagai bagian dari masyarakat yang berasal dari, oleh, dan untuk masyarakat itu sendiri.

Bagaimana dengan isu soal anarkisme? Tenang, Dulur. Tidak usah termakan isu-isu yang tidak jelas. Sebuah institusi militer tidak akan bertindak konyol dengan melakukan tindakan balas dendam yang membabi-buta. Anarkisme bisa dilakukan oleh siapapun, entah itu anggota club motor atau komunitas hobi lainnya, bahkan oleh oknum aparat sekalipun. Sekalipun demikian, anarkisme tidak semestinya dijawab dengan anarkisme yang lain. Negara ini adalah negara hukum, dan semua tindakan juga sewajarnya tidak boleh bertentangan dengan hukum positif yang berlaku di negara ini.
Serahkan saja kepada para penegak hukum. Kata si Mbah, “Wes ono jalure dewe. Ora usah repot-repot.” Beres toh? :)

So, tetaplah semangat untuk tetap positif, para bikers Indonesia.
Salam Bikers. Salam Satu Aspal.









No comments:

Post a Comment